Tuesday, October 26, 2010

Hujan Air

Apa yang lagi hangat di Jakarta ? Hujan yang berangin dan dingin, tapi semakin hari semakin panas saja dibicarakan.
Sudah hampir 2 minggu ini bayangkanlah saat hujan turun sekitar jam 3 sore teruuuuuuus berlanjut sampai menjelang malam. Mungkin kalau kita tinggal di desa, bersawah, betapa anugerah yang terindah yang kita dapatkan. Hujan mengguyur bumi, menyuburkan tanaman, membersihkan debu dan segala kotoran, mencuci segalanya dengan gratis.
But not for people who work in Jakarta. Jam 4.30 sore adalah waktu pelepasan massal warga Jakarta dari kepenatan alias jam pulang kantor, serentak tak !
Dan jalan pun akan padat dengan pengguna jasa angkutan umum, motor, mobil pribadi *apalagi di jakarta rata-rata 1 mobil isinya 1 orang termasuk suamiku*
Bisa dibayangkan betapa ramai dan padat nya jalanan di ibukota ini. Dan saat hujan mengguyur, itu berarti disaster...macet sudah pasti, penyebabnya ? Ya karena hujan bikin banjir dimana-mana, belum lagi pengendara bermotor yang berteduh di bawah jalan layang dan di terowongan jalan yang biasanya bisa dilalui untuk 4 jalur mobil menjadi 1 jalur mobil saja itu pun mepet banget.
Belum lagi pengendara kendaraaan motor atau mobil yang mempunyai kedisiplinan dibawah angka cukup, tingkat pemakai mobil pribadi yang luar biasa tinggi, semuanya saling mendukung momen-momen tak terlupakan ini.
Pulang kantor mestinya ceria, tapi kini pulang kantor saat hari hujan malah bikin phobia, ada yang maksa lembur, ngetem di mol, nonton bioskop hampir setiap hari atau sekalian berdugem ria, hanya orang-orang yang berdedikasi tinggi pada keluargalah yang akan nekat menerjang macet tersebut. Biarlah macet sampe 3-7 jam, perjalanan dari kantor ke rumah yg hanya 1 jam di prolong hampir setengah lingkaran jam itu sendiri bahkan lebih.
Okey, aku tidak kerja di kantor, aku tidak merasakan macet yang dialami orang-orang tersebut akhir-akhir ini, tapi itu tidak berarti aku tidak peduli, aku dan kamu *iya, kamu yang baca* harus peduli dan berusaha memperbaiki situasi yang abnormal ini.
Caranya, seperti kata Aa Gym, mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil-kecil, dan mulailah sekarang juga.
Aku mungkin sulit untuk menemui gubernur ibukota kita ini lalu menuding-nuding meminta beliau mengamankan situasi seolah segampang membalikkan tangan.
Well, aku mulai dari diriku saja, aku sudah menanam pohon beringin di depan rumah ku, kutambah dengan pohon palem berakar tunggang, dan pohon menara kegelapan, mereka bertiga adalah penghirup dan penyimpan air yang hebat *rencana ibu-ibu di komplekku akan menerapkan teknik biopori yang sudah lama itu...let see*. Lalu aku juga sudah memisahkan mana sampah organik dan mana sampah non organik. Jadi jangan heran kalo pemulung di komplek ku begitu terperhatikan olehku karena sampah plastik dan kertas yang sudah kupisahkan dan kurapikan sedemikian rupa untuk mereka.
Aku juga sangat hemat dengan listrik, alhamdulillah rumah ku menghadap ke timur *walau membelinya tanpa perencanaan dan itupun karena tinggal satu-satunya* jadi setiap pagi rumah ku terang benderang mandi cahaya matahari kecuali saat mendung.
Aku bukan pemboros deterjen secara aku menggunakan jasa londri kiloan di komplekku, aku juga jarang masak *karena merasa tak pandai memasak* jadi sampah rumah tanggaku memang kebanyakan plastik pembungkus makanan yang di beli diluar. Semoga para pemulung itu menjual ke pendaur ulang plastik yang banar-benar mendaurnya.
Dan yang pasti aku juga berdo'a kepada maha Penguasa Alam ini untuk mengampuni dosa-dosa kami, dosa kami yang menzalimi lingkungan dan alam serta atas dosa-dosaku yang dulu suka buang sampah sembarangan. Aku tebus semua itu dengan mendidik anak cucuku untuk membuang sampah pada tempat nya dan menyayangi alam. Ampuni kami ya Allah, yang tiba-tiba lupa harus bersyukur saat hujan turun...
Pertanyaanku...apa reaksi warga Jakarta kalau hujan kita adalah hujan uang ?

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Photobucket - Video and Image Hosting

our second Life
Daisypath Ticker

Daisypath Wedding PicDaisypath Wedding Ticker