Friday, July 30, 2010

Bukan Cinta ke Dua

Aku tersenyum bahagia memandang total saldo yang tertera di mesin atm. Alhamdulillah, jadi juga aku berramadhan ria di Mekkah. Sebenarnya semua ramadhan yang kulalui berkesan, tapi ramadhan yang satu ini selain berkesan juga selalu terkenang selalu, karena menyangkut perjalanan kehidupan ku yang kedua. Selain itu aku juga akan berusaha bercerita seberkesan-kesan mungkin supaya pembaca tidak kecewa ;p

Awalnya aku secara tidak serius diajak teman untuk berumroh di bulan ramadhan, aku pun menanggapi secara tidak serius tawaran tersebut. Lalu aku menelpon orang tua ku juga secara tidak serius untuk diizinkan terutama dibiayai berumroh di bulan ramadhan. Orang tua ku pun (seperti) secara tidak serius menanggapi dengan berkata ”insya Allah, berdoa saja.” Nah, kali ini aku secara serius berdo’a memohon kepada Allah SWT agar di undang ke rumah Nya ramadhan ini. Alhamdulillah…Allah mengundangku.

Yang agak spesial niy, aku ikut rombongan tour umroh yang dipimpin oleh KH. Abdullah Gymnastiar (dimana Aa’ Gym lagi top top banget) dan istri. Disinilah aku pertama kali berkenalan dengan teh Nini Muthmainnah (kini nama Muthmainnah kusematkan di nama anakku karena sebegitu berkesannya dengan teh Nini ini).

Semua proses keberangkatan berjalan lancar, dengan uang jajan pas-pasan aku berangkat berumroh sendiri (tanpa keluarga inti) dengan diantar do’a saja oleh keluarga dan teman-temanku.

Hati-hati sekali aku menjaga sikap dan kata-kataku sejak dari sebulan akan berangkat, karena konon, di tanah suci itu, kita akan diganjar atas perbuatan-perbuatan kita yang nyeleneh. Tapi menurutku itulah bentuk kasih sayang Allah dalam membimbing manusia ke jalan yang benar, diberitahu kesalahan dan kekeliruannya, aku khawatir tapi penasaran dengan kata lain harap-harap cemas atas apa yang akan menimpaku di Mekkah nanti.

Saat pertama kali tiba di airport Jeddah, jantungku jedag-jedug tak karuan, tiba-tiba rasa takut menyergap, karena mengingat hasil pembicaraan selama di pesawat tadi, katanya koper kita akan dibongkar habis untuk di cek apa saja yang kita bawa, lah, what X-ray are for ?

Terbukti koper ibu dalam tim muhrim ku di bongkar, diacak-acak, diaduk-aduk, entah apa yang mereka cari, padahal ibu tadi sudah berpesan padaku, “Kita pasrah sambil berdoa, baca do’a ..walaa yasir wala tu’ashir..” Melihat pemandangan itu aku terbelalak bingung dan semakin kencang berkomat-kamit baca do’a tersebut, mungkin harus lebih cepat dan lebih banyak bacanya. Dan entah karena sudah letih ngaduk-ngaduk koper, alhamdulillah koper ku lewat dari adukan para imigrator tersebut. Atau mungkin karena aku di kira khadimat ibu tadi karena koper ku kecil berwarna hitam tak menarik (begitu pula dengan penampilanku) jadi silahkan lewat sajah, anda tak menarik minat kami ;p

Sampai di Mekkah kami langsung berhamburan menuju Masjidil Haram mengejar sholat magrib berjamaah. Betapa haru biru saat itu, saat semua bisa berlari kencang, kaki ku malah kaku seperti tidak bisa berjalan (mungkin karena kelamaan duduk di pesawat ?). Aku tenggelam dalam keharuan yang tidak bisa aku deskripsikan (maaf ya), yang pasti aku teringat ungkapan yang mengatakan, “bisa sampai ke Masjidil Haram dan melihat Ka’bah secara langsung itu bukan karena kita banyak uang, tapi karena kita di undang, Allah SWT mengundang langsung umat-umat-Nya yang Dia pilih tentu saja tidak secara acak. Terima kasih ya Allah atas jamuan Mu ini…

Malam ini adalah malam pertama kami bertarawih di Masjidil Haram, imam nya Syaikh Al Sudais (waw !). Sholat tarawih ples witir total 23 rakaat dan langsung habis 1 juz lebih untuk malam ini, alhamdulillah, capek tapi puas. Aku terbayang imam masjid di kampungku, kalau tarawih selalu membaca ayat-ayat yang panjang nya ga ketulungan dan begitu meletihkan serta agak menyebalkan (karena tidak tahu artinya gt loh, jadi kayak berdiri doang dengerin orang ngaji, alhasil ya cape dyeeee). Tapi semua itu kini membuatku tersenyum bahagia, kuanggap masa itu adalah masa teori yang ternyata di banding saat ini ketika sholat tarawih di Masjidil Haram, semua itu belum ada apa-apa nya. Dan yang pasti, alhamdulillah Allah memberiku kekuatan untuk tetap mampu berdiri sampai selesai sholat tarawih berjamaah yang sangat lama dan berkesan icyuuu…

Hari ketiga ramadhan, aku kena sentil. Sudah kebiasaanku baru bisa makan besar kalau sudah kelar tarawihan. Kalau berbuka puasa aku pakai fasilitas Masjidil Haram, minum air zamzam dan makan kurma gratis sepuas-puasnya ;D

Lalu mengaji atau ngobrol sampe isya tiba. Tapi kali ini aku pulang sebentar ke hotel yang hanya sekitar 50 langkah dari pintu abu-abu Masjidil Haram ke pintu lobi hotel. “Pasti mba U ga makan lagi niy, kok bisa tahan siy, padahal badannya kecil gt..” komen seorang jamaah yang ternyata memperhatikan kebiasaanku. Terbersit rasa bangga di hatiku, lalu aku menanggapi jumawa, “ iya bu, saya kalo makan besar sebelum tarawih suka mules-mules. Mari bu, saya ke atas dulu.”

Sempat melirik menu hari ini, ada udang goreng kecil-kecil, aku ambil 1 sekedar nyobain. Lalu ke kamar mengambil uang karena rencananya sehabis tarawih langsung mau belanja ke pasar seng (nama pasar ciptaan jamaah Indonesia, karena tokonya beratap seng).

Adzan Isya berkumandang, aku sudah bersiap-siap, tidak tahan mau menyelesaikan juz 4 malam ini. Namun, saat takbir imam berkumandang, tiba-tiba perutku melilit-lilit, mules tak ketulungan, aku berusaha bertahan, tapi gagal, aduh, aku tidak mungkin BAB di sini, antri ! Secepat mungkin aku berlari ke hotel untuk menunaikan panggilan alam ini. Sampai di kamar hotel, mules hilang. Alhamdulillah, aku langsung balik lagi ke masjid, saat memulai takbir, mules itu datang lagi, memuntir-muntir memaksaku untuk terpaksa balik lagi ke hotel. Sampai di kamar hotel, mules itu sirna lagi. Aku pun secepat mungkin kembali lagi ke masjid, masbuk. Tapi kembali kekuatan alam yang tak terbendung itu muncul. Ya Allah….ada apa ini, rintih ku sambil kembali tergopoh-gopoh menuju hotel. Seperti yang tadi-tadi, setiap kembali ke hotel, mules ku hilang. Akhirnya, aku mengikuti saran temanku yang sudah bingung melihatku mondar-mandir seperti kucing beranak (betulan) untuk istirahat saja di hotel malam ini. Istirahat ? jauh-jauh aku datang dari Jakarta ke Mekkah, cuma untuk istirahat di hotel ? Itu namanya aku kena kutuk ! Aku duduk di pinggir tempat tidur, menenangkan diri, musnah sudah juz 4 obsesi tak jelas ku (mau khatam baca sendiri donk !). Sambil terus merenungi kejadian aneh ini, aku mengambil wudhu, akhirnya aku sholat sendiri di hotel. Sendiri. Padahal 50 langkah dari sini Imam Al Sudais sedang mengimami sholat tarawih berjamaah dengan ribuan manusia. Hiks hiks hiks…so pathetic.

Rombongan pulang dari tarawih dengan sumringah, iri ku pecah melihatnya. Teman sekamarku tersenyum-senyum melihatku, Tega sekali dia malah senyum-senyum. “Mba, tadi makan apa sebelum tarawih ?” tanyanya masih dengan senyum-senyum. “Ga makan apa-apa, lo tau kan gw ga makan sebelon tarawih kelar.” Cetusku jengkel, secepat kalimat ku meluncur, secepat itu pula bayangan diriku yang mencomot udang kecil 1 biji itu melintas. “ Ya Allah…” teriakku tertahan. Aku menatap nelangsa tamanku, aku tersadar. Rasa bangga yang membersit saat di puji, kata-kata yang tak sesuai perbuatan, semua nya sudah di ganjar. Allah baru menyentilku. Sesungguhnya, manusia benar-benar tidak boleh menyimpan kesombongan meski sebesar zarrah pun. Dan aku sesungguhnya hanya makhluk yang lemah dan terbolak-balik hatinya. Terima kasih ya Allah, ampuni aku ya Allah….

Ok, Sentilan berikutnya. Ketika belanja di pasar seng jam 1 dini hari, tanpa tedeng aling-aling seorang jamaah dari Malaysia menghampiri ku dengan muka seperti ingin memarahiku, dan setelah berhadapan denganku, benar, dia memang memarahiku,” Tak elok lah memakai kerudung macam kelambu. Macam mana awak niy sampai kesini kalau syari’at saje tak mengerti.” Hah?!!

Jilbab rabiah ku yang (memang tipis menerawang) elok nan cantik ini, kubeli seratus ribu rupiah khusus untuk berumrah telah di kritik habis-habisan. Jilbabku menangis malu, aku sedih sekali, dihadapan semua orang yang sibuk belanja aku dimarahi oleh entah emaknya siapa.

Tapi aku bersabar, sabaaaaaar….kuingat-ingat, ada berapa bajuku yang tipis menerawang dan jilbab-jilbab ku juga yang tipis menerawang. Sesungguhnya pakaian muslimah dan jilbab itu untuk menutupi aurat sampai benar-benar tak terlihat bahkan tak membentuk. Pembelajaran ini terhujam ke dalam sanubari ku, terima kasih ya Allah, terima kasih juga pada emak dari Malaysia itu.

Tapi dibalik kesedihan ada kesenangan dunia. Sepanjang perjalanan menyusuri toko toko di pasar seng, belanjaan ku bertambah secara gratis. Entah karena orang-orang di sana senang pada jamaah dari Indonesia (biasanya mereka sok pede menerka, Surabaya ? Jakarta ? pokoknya tergantung banyak belanja nya, makin banyak belanja, makin Indonesialah kita ;p) atau karena mengira aku anak kecil kali ya… Aku di teriaki ‘Siti rahmah…Siti rahmah…’ Tanpa khawatir aku mendekat saja kalau di panggil, dan aku pun menerima hadiah dari pedagang-pedagang itu, berupa, tasbih, gelang, kurma, apa aja, dan aku terima saja…syukran syukran…

Paling top itu ketika di Madinah, seorang pedagang dari Burma begitu terpesona dengan (kecantikan ;p) diriku sehingga dia dengan suka cita memberiku abaya hitam kumplit dengan cadarnya seharga hampir 200 real…syukran syukran….

Perjuangan yang membingungkan adalah perjuangan saat mencium hajar aswad. Tidak ada kewajiban untuk itu, tapi semua orang berebutan, berjubelan, berdesakan, bersikutan, uh, dosa tau ! Tapi aku hanya manusia biasa, aku juga mau donk cium hajar aswad. Maka, selepas sholat subuh, dengan wajah penuh konspirasi, aku dan kedua temanku membaur dengan orang yang berebutan, berjubelan, dan berdesakan itu, tapi kami tidak menyikut karena kami disikut. Dari pinggiran jubelan aku terseret ke tengah, setengah jam aku terjepit antara wanita-wanita yang besar-besar dan tua-tua, aku tidak menapak lantai masjid, aku murni terjepit dan melayang. Lalu kedua kaki ku menapak lalu melayang lalu menapak dan lalu melayang lagi, aku kehilangan kontrol atas diriku sendiri. Aku mulai tidak nyaman, aku berteriak Allahu akbar berharap bisa lepas dari jepitan ini. Tapi teriakan ku bagai teriakan semut, seperti tak ada yang mendengar dan mau dengar, mungkin yang mendengar malah mengira aku tengah euphoria. Aku berusaha mencari 2 teman konspirasiku, tapi tak tampak. Aku ingin menyerah, tapi aku tidak bisa keluar, aku malah semakin terjepit dan terbawa arus yang menjauhi hajar aswad, tapi tidak keluar. Semakin aku berjuang untuk lepas, semakin terjepit. Apakah aku akan mati terjepit, seumur hidupku aku tidak pernah menjepit rezeki orang ! Ya Allah, aku mulai meratap sambil mengingat dosa dan amalku. Aku mau menangis, tapi untuk apa, siapa yang menyuruh menceburkan diri kesini ? Aku terbayang kedua temanku, apakah mereka juga terjepit ? Haduh, kami bertiga akan mati terjepit ! Ya Allah, selamat kan mereka, aku yang memimpin misi ini. Akhirnya aku memilih mengikhlaskan semua yang terjadi, aku pejamkan kedua mata, kalau memang niat ku tidak baik untuk mencium hajar aswad yang tidak wajib itu, aku rela dilemparkan keluar dari jubelan ini. Tapi kalau aku memang harus mati dalam keadaan terjepit, setidaknya ada yang mengenaliku.

Dan Allah punya rencana lain, tubuhku yang pasrah malah membawaku tampil ke depan hajar aswad, aku masih memejamkan mata saat sebuah tangan mendorong kepalaku dari belakang. Aku membuka mata, Subhanallah ! Hajar aswad ! Ikhlas memang senjata pamungkas yang ampuh. Semua berlangsung begitu cepat, secepat tangan askar yang mendorong paksa kepala ku untuk mencium hajar aswad. Kasar sekali ! Belum selesai aku mencium batu hitam yang diberi wewangian itu sebuah kumis menempel di pipiku, secepat kilat aku memejamkan mata, terus memejamkan mata sampai aku keluar menjauh dari hajar aswad. Sejauh-jauhnya. Idih, siapa siy, ga sopan banget, aku belum tuntas cium hajar aswad, tu orang main seruduk aja ikutan nimbrung, terasa banget tu bibir ama kumis orang nemplok dipipiku, Aduh, untung aku merem terus, kalau sampai melihat siapa orang yang ngasih ciuman nyasar itu, bisa seumur hidup aku akan terbayang-bayang tu wajah, no spekuleisyen la yaw…

Kisah puncaknya ada disini, pagi lepas sholat dhuha, kita para cewe-cewe berencana mengelilingi masjidil haram dan nanti lanjut belanja lagi (huh, dasar)

Aku begitu bersemangat pagi ini, terasa langit begitu cerah, cuaca begitu syahdu, suhu yang sejuk bersahabat dan burung burung dara yang lagi sarapan pagi di pelataran masjid begitu melengkapi hari yang indah dan bersejarah ini. Hari ini terakhir kami di Mekkah untuk kemudian lanjut mengunjungi Madinah. Aku yang sibuk membereskan kameraku sambil berlari-lari kecil menyusul rombongan tanpa sengaja melihat seorang pemuda yang menurutku very charming sedang bersandar di salah satu pilar masjidil haram dekat pintu abu-abu, dia mengenakan gamis biru kelabu, dengan peci bulat putih, wajah bersih dengan janggut tercukur rapi. Dia habis tahalul dan asyik ngobrol dengan askar (penjaga Masjidil Haram). Kukunci pandangan pertama ku pada pemuda itu, untung aku cukup cekatan dalam hal ini, karena, pandangan kedua adalah dosa :p Aku terus memandangi pemuda itu, badanku bergerak maju tapi kepala ku seolah membelok otomatis untuk tetap memandang pemuda itu. Tiba-tiba temanku menepuk bahuku, “Istighfar mba, masa di Mekkah ga jaga pandangan heheh…” tegurnya geli sambil menggamit lenganku. “Ayo, kita udah ketinggalan rombongan niy…” aku bersabda, “ Jeng, aku kalo dikasih Allah suami, mau yang kayak gitu modelnya..ntar mau mohon ah ditawaf wadha..” Temanku terkikik, “Amin mba, tapi muka nya bukan arab tuh..” cepat kutangkis, “ Aku juga ga mau yang mukanya timteng jeng…” kami pun tertawa sambil berlari kecil menyusul rombongan. Langit menyaksikan itu kata gaya Andrea Hirata ;p

Tiga tahun setelah kejadian itu, saat aku berumroh dengan suamiku, lepas sholat Dhuha kami berdua mengelilingi Masjidil Haram dengan santai. Sampai di dekat pintu abu-abu aku bercerita, “ Dulu aku nginep di hotel dekat situ mas, hotel nya udah ga ada, sudah di pugar, emang hotelnya biasa siy, tapi deket banget ama pintu abu-abu ini. Nah, di dekat pintu abu-abu itu aku pernah liat cowo nyandar di pilar sambil ngelipet tangan dengan santainya ngobrol sama askar, menurutku cowo itu cool banget mas, sampe aku pengen jadi bininya.” kenangku sambil senyum-senyum. Suamiku berjalan kearah pilar, melipat tangan dan bersandar di pilar, “ Mirip ga ?” tanya suami ku iseng. Entahlah, secara sadar aku yang membelikan busana yang dipakai suamiku. Secara sadar pula, akulah yang memilihkan gamis biru kelabu dan peci putih itu untuk dipakai suamiku hari ini. rambut suamiku tercukur rapi sehabis tahalul begitu pula dengan jenggot nya. Keniscayaan ini kulihat langsung, aku dejavu menatap suami ku seolah menatap pemuda yang kuharapkan jadi suamiku 3 tahun yang lalu . Secara tak sadar aku baru menyadarinya. Sesungguhnya, Allah Maha pengasih lagi maha Penyayang. Atas segala rahmat Nya lah segala kesempurnaanku untuk menikmati karunia Nya. Ud ‘unii astajib lakum. Mintalah kepada Ku. Maka akan Kuberi.

("Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu" @ Surah Al Mu'min / Orang-orang Beriman : 60).

Tribute to antologi Lovely Ramadhan @ July 2010


Labels:

4 Comments:

At 9:22 PM, Anonymous moenk said...

ihhhhh ummuuuu ... keren benerrrrr .. gaya bahasa ente bangett! spekulesyen, gitcyu looh .. dyeehh .. ahhhh kamuu! *narikjilbabseratusrebu* :D

btw ane rada kurang sreg nih sm bunyi doa dlm paragraf ini :

Terbukti koper ibu dalam tim muhrim ku di bongkar, diacak-acak, diaduk-aduk, entah apa yang mereka cari, padahal ibu tadi sudah berpesan padaku, “Kita pasrah sambil berdoa, baca do’a ..walaa yasir wala tu’ashir..” Melihat pemandangan itu aku terbelalak bingung dan semakin kencang berkomat-kamit baca do’a tersebut, mungkin harus lebih cepat dan lebih banyak bacanya.

yg bener, yassir .. wa laa tu'assri .. disana diawali dgn wala juga .. jd tetep aje gk minta utk dimudahin .. hehe

syukurlah Allah tetep fahim meski yg baca sale .. kekekekekek

 
At 9:23 PM, Anonymous moenk said...

ralat: wa laa tu'assir ... ahhh ane jg sale ngtik dah :D

 
At 8:43 AM, Blogger ummu raisah said...

iya...xixixi...mestinya Allahumma yasir walaa tu'ashir... gt dye kalo ngetik amburadul trus ga punya editor pribadi *halaaah*

ps. ini kudu di ralat ke kang dani...nanti jadimantra menyesatkan :D

 
At 8:44 AM, Blogger ummu raisah said...

jazakillah ya sis ^_^

 

Post a Comment

<< Home

Photobucket - Video and Image Hosting

our second Life
Daisypath Ticker

Daisypath Wedding PicDaisypath Wedding Ticker